Anetry.Net – Berbagi pengetahuan dan keterampilan adalah hal baik yang perlu dilakukan seseorang.
Siapapun ia, harus menyadari bahwa kelebihan yang ada
merupakan amanah dari Sang Maha Pencipta untuk dijaga dan ditujukan membangun
kemaslahatan bersama. Ini pondasi yang mesti ada dalam setiap diri manusia.
Siapapun anda, pekerja profesional maupun freelancer yang malang-melintang di
keseharian dengan berbekal beragam keterampilan dan kelebihan, pantas
menyebarkannya dalam bentuk apapun dengan niat kebaikan. Jangan pelit, jangan
pula sombong. Semua datang dari Allah, merupakan amanah yang suatu saat akan
dimintai pertanggungjawabannya kelak.
Bicara dunia literasi, keterampilan-keterampilan yang
dimiliki para pegiat literasi adalah barang mahal, bukan murahan. Keterampilan
menulis, pengetahuan menulis, pemahaman tentang seluk-beluk terkait literasi
ini menjadi bernilai tinggi, karena untuk mendapatkannya banyak kisah yang
tersembunyi dan tidak diketahui orang.
Bagi anda yang melihat seseorang dengan keterampilan
menulis, mulai menanjak dan menjadi sorotan banyak pihak, tahukah anda apa yang
dilaluinya ketika menimba pengetahuan dan keterampilan itu? Apakah seperti yang
anda lihat seketika, ujug-ujug
menjadi penulis berkualitas baik? Tentu tidak. Anda jangan memandang rendah
keterampilan literasi satu ini. Bukan hanya waktu yang dikorbankan, tapi juga
uang. Anda tahu uang? Materi yang anda ikut mengejarnya bahkan kadang sampai
mengorbankan pihak lain demi mendapatkannya? Tapi bagi pegiat literasi, mereka
tidak tidak mengorbankan siapapun, tapi mengorbankan waktu dan isi kantongnya
demi keterampilan itu.
Bila suatu ketika, semisal anda adalah orang yang lebih
tinggi jabatannya dari pegiat literasi dalam profesi utama, meminta atau
berpesan melalui siapapun untuk sharing
keterampilannya di bidang literasi, anda sudah salah cara. Bukan begitu
seharusnya.
Setiap keterampilan yang dimiliki seseorang, menjadi
identitas yang melekat dalam dirinya. Sama seperti anda yang mungkin
mengedepankan identitas jabatan; yang sejatinya itu hanya melekat sesaat.
Keterampilan bagi para pegiat literasi itu bahkan tidak pernah menyinggung
kepentingan siapapun. Tidak pernah pula meminta belas-kasihan orang-orang untuk
membawanya pada bidang yang ia tekuni. Pegiat literasi, membangun dirinya
dengan marwah, bukan dengan cara mengemis. Kadang harus dengan airmata ketika
mendapatkan tantangan berat dari mentor-mentor mereka.
Sebuah kisah yang mungkin jadi anekdot bagi kita semua,
seorang petinggi (peraaan yang bersangkutan saja) di suatu tempat, meminta
salah seorang pegiat literasi untuk berbagi pengetahuan dan keterampilannya
kepada rekanan dan sejawat di lingkungannya. Sungguh luar biasa. Bahasa dan
kalimat yang terkesan santun penuh budaya dan etika, menyanjung dengan
puja-puji layaknya seorang penanggap wayang yang puas dengan suguhan,
menginginkan hal lebih dari si pegiat literasi.
“Ayo berbagilah dengan sesama rekanmu. Jangan disimpan
sendiri kelebihanmu itu.” Begitu ungkapan penutup darinya. Seolah memuji, namun
ada nada perintah yang sebetulnya tidak layak datang dari mulut yang mungkin
sekelas pecundang saja. ‘Tidak bermeja’ begitu istilah seorang teman.
Bila ini pernah terjadi di lingkungan anda sebagai pegiat
literasi, maka jawablah dengan bijak, ‘Saya siap berbagi ketika diundang resmi
sebagai narasumber. Dan jadwalnya silahkan sesuaikan dengan jadwal saya saja.’
Sombongkah itu? Tentu tidak! Sebagai pegiat literasi,
keterampilan yang anda peroleh dengan pengorbanan waktu, uang dan tenaga, tidak
boleh dianggap sepele. Bila anda berbagi kepada mereka yang butuh tapi tidak
mampu membayar, maka itu jadi sedekah. Wajib membantu kaum dhu’afa. Tapi bila
dalam kesatuan profesi, jangan rendahkan diri anda berbagi kepada yang tidak
meminta. Keterampilan anda, bahkan diri anda anda akan tiada harga sama sekali
di depan mereka.
Bagi anda yang hanya bisa menuntut dan menganggap remeh
keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang, mungkin ada baiknya anda
kembali membaca Kitab Suci. Sang Khaliq saja meninggikan derajat manusia
berilmu. Seperti dijelaskan dalam Surat Al-Mujadalah ayat 11 berikut:
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, berilah
kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila
dikatakan, berdirilah kamu, maka berdirilah. Niscaya Allah akan mengangkat (derajat)
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa
derajat. Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan.”
Karena itu, mari sadari posisi, sopan santun bukan dalam
menata kalimat saja, tapi juga dalam berpikir. Bila ingin berbicara, letakkan
mulutmu di belakang hatimu agar kau paham tentang rasa, bukan sekadar bicara
tapi malah menyakiti orang lain, atau bisa jadi malah merendahkan derajatmu
dengan perkataan yang tiada bernilai. (Ilustrasi: google image)
Penulis: Nova Indra
(CEO P3SDM Melati Media Group, pimpinan Sekolah Indonesia Menulis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.