Biarkan Perempuan Menentukan Arahnya Sesuai Tuntunan Ilahi - Salingka Nagari

Info Terkini

Post Top Ad


Sabtu, 04 Juni 2022

Biarkan Perempuan Menentukan Arahnya Sesuai Tuntunan Ilahi



Anetry.Net – Memantaskan diri menjadi sasaran pujian manusia, sering membuat orang lupa tentang fakta kehidupan.

 

Siapa yang tidak ingin melihat orang-orang yang dicintai dan disayanginya bahagia? Semua pasti menjawabnya dengan anggukan kepala. Anggukan yang sejatinya masih perlu dipertanyakan lagi lebih dalam, siapa bertangungjawab untuk siapa.

 

Seorang perempuan, yang dinisbahkan sebagai ibu dari semua makhluk di dunia ini, adalah sosok yang memiliki marwah lebih tinggi daripada kaum lelaki. Tidak perlu ada kata emansipasi bila setiap orang paham kenyataan yang telah ditanamkan lebih dulu oleh Islam, sebagai agama pembawa keselamatan ke muka bumi.

 

Perempuan bukanlah makhluk rendah yang hanya dijadikan sebagai figuran yang tak memiliki arti. Perempuan bukan pula sebagai selongsong peluru untuk pengantar bulir-bulir kebutuhan gender di sebelahnya. Tidak sama sekali.

 

Perempuan adalah makhluk terindah yang diciptakan Allah SWT sebagai pendamping kaum Adam. Karenanya perempuan diibaratkan berasal dari tulang rusuk sebelah kiri. Karena itu pula setiap langkah pasangan di muka bumi ini, mengambil analogi tersebut; bila seorang laki-laki berjalan bersisian dengan perempuannya, maka perempuan berada di sebelah kiri.

 

Kebiasaan yang telah membudaya tersebut, melambangkan bahwa sebenarnya secara kasat mata sudah terlihat, perempuan adalah penyempurna kehidupan laki-laki; bukan sebagai kacung yang hanya dijadikan pelengkap kebutuhan.

 

Bagaimana faktanya di tengah masyarakat? Akan sangat banyak kaum laki-laki yang tersinggung bila hal ini diutarakan. Perempuan bahkan menjadi ‘keset’ saja pada sebagian kehidupan yang dijalaninya. Perempuan bahkan seolah lebih hina dari itu semua, sosok yang hanya ‘dianggap’ bila dibutuhkan, diberi ucapan dan kedipan cinta saat birahi laki-laki memuncak, namun kembali dibuang ke bawah kakinya bila tak lagi diperlukan.

 

Sungguh suatu kenyataan yang sangat tidak pantas telah terjadi dalam tatanan sebagian masyarakat. Tidak perlu menyebut daerah, tidak perlu pula menunjuk sosok atau kelompok yang membuat perempuan seolah makhluk hina, tapi ini terjadi dan nyata.

 

Pernahkah anda menonton serial televisi berjudul ‘Dunia Terbalik’? Itulah gambaran nyata yang tak dapat disangkal oleh laki-laki yang hanya membutuhkan perempuan sebagai pekerja. Pulangnya seorang perempuan ke rumahnya, disambut dengan senyuman lebar dengan harapan ‘oleh-oleh’ berupa hasil dari profesinya. Seolah perempuanlah yang harus mencari nafkah, lalu pulang untuk menghidupi laki-laki.

 

Ini kenyataan, ini dunia nyata. Seorang teman menyebutkan, ‘sepertinya dunia benar-benar sudah terbalik’, karena yang sesuai tuntunan justru dianggap aneh. Sekarang laki-laki yang menghidupi keluarganya, keluar rumah mencari nafkah dengan cara apapun bahkan jungkir balik, dianggap sudah tidak tren lagi. Lalu trennya apa? Perempuan yang harus memenuhi kebutuhan, itu pendapat mereka.

 

Tatanan ini bahkan telah pula mendapatkan justifikasi dari masyarakat sosial. Sebagai contoh, bila seorang perempuan bersuamikan lelaki yang tidak pernah menghidupi keluarganya, lalu si perempuan ‘memilih’ untuk menentukan nasibnya sendiri di kemudian hari, sering dianggap masyarakat sebagai perempuan tidak benar. Dianggap tidak mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Tuhan. Benar-benar persepsi yang telah keluar dari tuntunan.

 

Sementara itu, bila dilebarkan bahasan ini pada tatanan sosial di mana si perempuan yang menginginkan hidupnya lebih baik itu, kerap terjadi perselisihan pendapat bahkan oleh orang-orang terdekatnya; bisa jadi saudara, keluarga dari pihak ayah atau ibunya. Tak jarang didengar di masyarakat tentang keluhan seorang perempuan saat membutuhkan bantuan dari pihak keluarga dalam mengatasi persoalan hidupnya, malah berubah menjadi pendapat-pendapat miring.

 

“Jalani saja, aku tidak bisa ikut campur urusanmu.” Begitu kalimat yang diterimanya. Atau pada saat lain, “jangan bikin malu keluarga, apa kata orang bila keinginanmu itu jadi kenyataan. Malu keluarga kita.”

 

Aneh memang, tapi sekali lagi ini kenyataan dalam kehidupan manusia. Dunia benar-benar telah terbalik, tak lagi memberi ruang pada makhluk yang bernama perempuan untuk menentukan arah hidupnya agar semakin baik. Seolah kata ‘bahagia’ hanyalah candaan bila diinginkan seorang perempuan. Haruskah perempuan mengalah? Haruskah ia mengorbankan diri dan kebahagiannya hingga ajal datang menjemput hanya karena persepsi sosial yang salah? Harus malukah perempuan bila mememilih menentukan arah hidupnya untuk meraih sesuatu yang ia butuhkan dan perlukan? Tidak bolehkah perempuan bahagia?

 

“Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Perempuan harus mendapatkan tempat selayaknya sesuai dengan tuntunan.” Demikian ujar seorang teman lain yang memahami tingginya marwah keturunan Hawa itu.

 

“Perempuan sebagai pribadi, memiliki hak untuk mementukan dirinya hendak kemana. Bila sesuai dengan arah yang diridhai Allah, maka seharusnya diberi dukungan penuh oleh orang-orang terdekatnya. Persoalan perempuan bukan persoalan remeh, karena dia adalah ukuran kebaikan sebuah negeri. Bila perempuannya baik [red: keadaannya] maka baiklah negeri itu, bila buruk perempuannya, maka hancurlah negeri tersebut.

 

Sebagai bahan pemikiran bagi semua pembaca, hidup seorang perempuan bukan untuk dicerca atau direndahkan. Ia adalah makhluk yang pantas dan wajib diberi cinta yang tulus, dijadikan pendamping, sebagai penyempurna kehidupan laki-laki.

 

Pesan kepada laki-laki yang memiliki posisi sebagai kepala keluarga, bilamana perempuanmu berprofesi apapun (selagi baik), dan ia memberikan sebagian penghasilannya kepadamu untuk membantu tugas-tugasmu sebagai laki-laki, maka itu adalah sumbangan. Artinya, itu adalah bukti perempuanmu memiliki cinta padamu, bukan karena ia merasa bertangungjawab.

 

Ingatlah wahai kaum lelaki, bila dirinya seolah jadi ‘babu’ saat keluar rumah, jadi anak buah orang untuk menghasilkan rejeki, ketika ia pulang ke rumah jadikan ia ratu yang wajib kau sanjung, kau puji, kau utamakan lebih dari apapun; bahkan lebih dari dirimu sendiri! (*)

 

Penulis: NITM


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Post Top Ad