Jakarta, Anetry.Net – Dunia jurnalistik bukan sesuatu yang mudah, namun bukan pula menjadi begitu rumit sehingga membuat orang menghindar.
Sevagai bidang
praktikal, jarang ada orang yang menekuninya hingga jenjang akademik tertinggi
alias doktoral (S3). Salah seorang yang kini menjadi doktor jurnalistik adalah
Fitria Handayani.
Mengutip Republika, Fitria
adalah perempuan yang berasal dari Kota Karupuak
Sanjai Bukittinggi alias Kota Wisata Jam Gadang di Sumatra Barat.
Menurut penuturannya,
ia telah menggeluti bidang tulis-menulis sejak masih kecil. “Saya juga terinspirasi cerita Roehana
Koeddoes, jurnalis perempuan pertama di Indonesia asal Minang,” ujarnya, Senin
(18/7) kemarin.
Tidak tanggung-tanggung, gelar doktor tersebut telah diperoleh Fitria dari kampus jurnalistik tertua di dunia dan
paling bergengsi di Amerika, Missouri School of Journalism, pada tahun lalu.
Perempuan yang berprofesi sebagai dosen di Jurusan Komunikasi,
Universitas Pertamina, Jakarta ini, mampu menamatkan pendidikan doktoralnya
dalam waktu singkat kurang dari tiga tahun sejak Agustus 2019 dan dengan nilai
sempurna atau indeks prestasi kumulatif (IPK) 4.00.
Karena prestasinya itu, Fitria diundang
menjadi bagian dari Kappa Tau Alpha, sebuah kehormatan di bidang jurnalistik dan
komunikasi massa di Amerika. Hanya 10 persen dari lulusan jurnalistik Amerika
yang diundang untuk bergabung di komunitas tersebut.
Komitmen Fitria di bidang jurnalistik
memang tak perlu diragukan. Karirnya sebagai dosen dan peneliti di bidang ini
dimulai dengan menamatkan pendidikan sarjananya di sekolah jurnalistik terbaik
di Indonesia, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran.
Ia lalu menerapkan ilmu yang
diperolehnya dengan menjadi jurnalis di sejumlah media terkenal di Indonesia.
Sebagai jurnalis, Fitria mendapatkan kesempatan meliput berbagai jenis berita.
Namun karya jurnalistiknya paling banyak bersinggungan dengan isu-isu bisnis
dan ekonomi yang sukses mendapatkan sejumlah penghargaan.
“Menjadi seorang jurnalis adalah salah
satu keputusan terbaik yang pernah saya buat dalam hidup saya. Kalau saya bisa
kembali ke umur 23 tahun pada 2009 saat baru lulus kuliah dan harus menentukan
pilihan karir, saya akan tetap memilih menjadi jurnalis,” ungkapnya.
“Profesi ini memberi saya kesempatan
untuk pergi ke berbagai tempat dan bertemu dengan banyak orang dengan kisah
hidup unik yang menginspirasi. Saya belajar banyak tentang hidup dari pekerjaan
ini,” ungkapnya.
Tak sampai di situ, demi mendalami
ilmunya di bidang jurnalistik, pada 2014, Fitria melanjutkan pendidikandan
memperoleh gelar S2 pada 2015 dari program master media dan jurnalistik
terkemuka di Inggris yang diselenggarakan oleh Newcastle University.
Pendidikan S2-nya pun didanai beasiswa
bergengsi dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Pengalamannya sebagai
wartawan dan redaktur ekonomi selama lima tahun menginspirasi Fitria menulis
tesis tentang perkembangan jurnalisme bisnis
dan ekonomi di Indonesia.
Kini Fitria aktif berbagi ilmu dan
pengalamannya di bidang media dan jurnalistik di sejumlah perguruan tinggi di
Indonesia dan Amerika. Pengalamannya menimba ilmu di Indonesia, Inggris, dan
Amerika menjadikannya peneliti, pengajar, dan penulis yang memiliki pendekatan
unik, menarik, dan progresif dalam melihat berbagai fenomena terkait media dan
jurnalistik. (sumber: republika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.