Jakarta, Anetry.Net – Salah satu penyebab punahnya bahasa daerah adalah karena para penuturnya tidak lagi mewariskan bahasa daerah ke generasi berikutnya.
Hal itu disampaikan
Mendikbud Nadiem A. Makarim beberapa waktu lalu saat meluncurkan program
Merdeka Belajar seri 17 dengan muatan Revitalisasi Bahasa Daerah.
“Indonesia memiliki sekitar 718 bahasa
daerah, namun sayangnya banyak yang terancam punah. Penyebab utamanya adalah
para penuturnya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasanya pada generasi
berikutnya,” ungkap Nadiem.
Untuk itu, salah satu strategi revitalisasi bahasa daerah adalah dengan
mendorong satuan pendidikan memuat pelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal
di jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah.
Hadirnya program Revitalisasi Bahasa
Daerah makin menggugah sekolah untuk bergerak mengembangkan pembelajaran bahasa
daerah yang membangkitkan kreativitas peserta didik.
Terobosan tersebut juga perlu didorong oleh kebijakan pemerintah daerah masing-masing.
Pada provinsi, kabupaten, serta kota yang memiliki bahasa daerah dominan
seperti Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali, pihak Kemdikbudristek berharap muatan lokal yang diwajibkan adalah pelajaran bahasa daerah.
Bahasa daerah yang akan menjadi objek
revitalisasi sebanyak 38 bahasa daerah yang tersebar di 12 provinsi. (Sumber: kemdikbudgoid)
“Tetapi, wilayah-wilayah yang tidak
punya bahasa daerah yang dominan, maka muatan lokal disesuaikan dengan
kebutuhan daerah masing-masing. Jadi, pilihannya benar-benar ada di
masing-masing sekolah,” kata Nadiem.
Lebih lanjut
Nadiem menjelaskan alasan mengapa Kemdikbudristek mengembangkan tiga model revitalisasi yang disesuaikan dengan kondisi
lapangan. Pertama, bagi bahasa daerah yang daya hidup bahasanya masih aman, dilakukan pewarisan lewat
pembelajaran di sekolah.
“Bagi bahasa daerah yang daya hidupnya tergolong rentan, walau jumlah
penuturnya relatif banyak, digunakan model kedua, di mana fokus bukan hanya ke sekolah tapi juga
komunitas-komunitas,” jelasnya.
Model ketiga, lsambung Nadiem, di mana
daya hidup bahasa daerah kategori ini mengalami kemunduran, terancam punah, dan
kritis, Kemendikbudristek akan berfokus pada komunitas, masyarakat, dan
melibatkan komunitas tutur, keluarga-keluarga, forum-forum, dan tempat-tempat
ibadah yang dapat dimasukkan pembelajaran bahasa daerah.
“Mengapa bahasa daerah yang berkategori
aman juga masuk revitalisasi? Karena kita tidak ada jaminan bahwa bahasa akan
aman selama-lamanya. Bahkan, jumlah penuturnya selalu berkurang. Karena itulah
pada 2022, kami menargetkan 38 bahasa sebagai obyek revitalisasi. Harapannya,
penuturnya akan bertambah,” tegas Nadiem. (ist)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.