Anetry.Net – Ada satu satwa endemik Pulau Sulawesi berukuran mini bernama tarsius (Tarsius). Ia adalah primata terkecil di dunia.
Ukurannya tak lebih dari genggaman
tangan orang dewasa. Dengan ukuran tubuh yang begitu kecil, tarsius jantan
memiliki lingkar kepala sekitar 85 mm, panjang tubuh tak lebih dari 160 mm, dan
uniknya memiliki panjang yang ekor antara 135-275 mm atau hampir dua kali lipat
panjang badannya.
Pulau Sulawesi sendiri merupakan surga
bagi tarsius. Di sana terdapat 11 jenis tarsius, yaitu T.
tarsier, T. fuscus, T. sangirensis, T.
pumilus, T. dentatus, T. pelengensis, T.
lariang, T. tumpara, dan T. wallacei.
Masih ada juga dua spesies tarsius lainnya yang ditemukan pada Mei 2017,
yaitu Tarsius
spectrumgurskyae dan Tarsius supriatnai.
Habitat tarsius berada di antara
pepohonan besar di tengah hutan rimba sebagai tempat ia hinggap. Salah satu
wilayah yang banyak didiami tangkasi, bahasa setempat untuk tarsius, adalah
kawasan biosfer Cagar Alam Tangkoko Batuangus, Kecamatan Bitung Utara, Kota
Bitung, Sulawesi Utara. Di cagar alam seluas sekitar 8.745 hektare itulah
tinggal si mungil Tarsius tarsier atau dikenal juga dengan
nama Tarsius
spectrum.
Tarsius jenis itu juga mudah ditemui di
Suaka Margasatwa Tandurusa di Aer Tembaga, yang lokasinya masih di kawasan
Bitung juga, atau sekitar tiga jam perjalanan dari Kota Manado. Tarsius banyak
menghabiskan waktu di ketinggian pohon-pohon besar.
Tarsius juga merupakan satwa nokturnal
atau sangat aktif pada malam hari. Mereka mulai beraktivitas dan keluar dari
sarangnya di pohon-pohon beringin (Ficus sp) pada sore hari untuk memulai
penjelajahan di daerah jelajah mereka (home range). Kegiatan itu dilakukan sepanjang
malam dan kembali ke sarang menjelang pagi. Mereka begitu lincah menjelang
peralihan waktu dari siang kepada malam (crespuscular). Pada saat-saat tersebut, antara
pasangan tarsius jantan dan betina akan mengeluarkan suara bersahut-sahutan
yang biasa disebut duet call.
Pada siang hari, tarsius menjadi lebih
pasif dan menghabiskan waktu dengan bersembunyi atau tidur. Tidak seperti
mamalia lainnya, tarsius tidur dengan cara menempel di dahan. Ketika tidur,
tarsius bisa memejamkan hanya sebelah matanya dan satu matanya terbuka.
Ia memiliki mata yang besar dan
bercahaya. Berbeda dengan hewan nokturnal lain, tarsius tidak memiliki daerah
pemantul cahaya atau tapetum lucidum di matanya. Tapetum
lucidum adalah lapisan yang terletak tepat di belakang retina,
atau pada beberapa spesies terletak di dalam retina. Lapisan ini merefleksikan
cahaya yang masuk melalui retina, sehingga menambah jumlah cahaya yang masuk ke
dalam sel fotoreseptor.
Dengan kondisi mata serupa itu,
kemampuan melihat dalam kondisi gelap lebih tinggi. Dan itu menjadi
keistimewaan tarsius, karena membuat penglihatannya pada malam hari menjadi
lebih tajam. Mata pada tarsius merupakan organ terbesar dibanding organ kepala
lainnya, dengan diameter bola mata hingga sekitar 16 mm.
Selain itu, tarsius juga dapat memutar
kepalanya hingga 180 derajat ke arah manapun untuk melihat mangsanya, mirip
seperti burung hantu. Mereka juga menggunakan vokalisasi (suara) yang efektif
untuk berkomunikasi di antara anggota kelompok maupun dengan individu dari
kelompok lainnya.
Tarsius memiliki rambut tebal dan halus
yang menutupi tubuhnya. Warna rambut bervariasi, tergantung dari jenis, yaitu
merah tua, cokelat, atau keabu-abuan. Tarsius memiliki ciri khas yaitu adanya
rambut warna putih di belakang telinga dan rambut penutup telinganya berwarna
abu-abu. (sumber:
indonesiagoid).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.