Anetry.Net – Perubahan-perubahan yang terjadi pada kurikulum pendidikan di Indonesia merupakan suatu yang wajar terjadi. Hal itu tentu saja ditujukan demi perbaikan kualitas pendidikan negeri ini.
Kurikulum merdeka, nomenklatur yang manis disebut, dan
layak didalami muatannya serta dikembangkan menjadi kurikulum permanen di
negara yang masyarakatnya harus dimanusiakan dengan cara-cara humanis dan
beradab.
Betapa tidak, sebelumnya kurikulum yang digunakan sebagai
sandaran pembangunan kualitas manusia Indonesia seolah tidak mengedepankan
peserta didik sebagai sosok yang harus dilayani sedemikian rupa. Seakan
kurikulum yang direka itu memaksa setiap anak untuk mengikuti cara guru dalam
mendalami ilmu pengetahuan.
Kini, lahir sebuah kurikulum yang didahului oleh sebutan
Kurikulum Prototipe (red: ditulis dengan bahasa Indonesia terapan, bukan
English). Pasalnya, pemikiran dan gagasan yang muncul oleh para pemangku
kepentingan di tingkat pusat, memilih segera untuk mengambil keputusan
perbaikan dan akselerasi kualitas pendidikan setelah hampir dua tahun penuh
terdampak pandemi Covid-19.
Hebat! Itu ungkapan yang sangat tepat diberikan kepada
para pemikir negeri ini dalam hal proses pendidikan, untuk mencetak generasi
handal dengan segala bakat dan minat yang dimilikinya.
Ya, Kurikulum Merdeka memanusiakan manusia dengan
mendahulukan bakat dan minat peserta didik sebagai acuan. Selain itu,
pendekatan pembelajaran yang diarahkan pada terbentuknya Profil Pelajar Pancasila,
menjadi lebih nyata gambarannya.
Pada sisi pengembangan bakat dan minat peserta didik
sebagai tujuan kurikulum ini, dikemas dengan sangat baik oleh pemerintah. Kurikulum
Merdeka menginginkan bakat dan minat peserta didik dapat berkembang dengan
baik, dipandu melalui mata pelajaran aplikatif serta diampu oleh guru-guru yang
mumpuni; guru yang memiliki profisiensi teruji.
Pada mata pelajaran aplikatif, kegiatan pembelajaran pun
dikembangkan melalui ekstrakurikuler. Guru dan sekolah diminta melakukan
persiapan berbagai kebutuhan terkait sarana prasarana untuk hal ini. Semua itu
ditujukan untuk pengembangan bakat dan minat peserta didik, agar memiliki life skill yang dapat dijadikannya bekal
untuk masa depan.
Untuk mengimplementasikan semua tujuan yang akan menjadi
praktik baik guru pengampu Kurikulum Merdeka di sekolah, tentu tidak pula
terlepas dari kesiapan guru sebagai penanggungjawab utama berjalannya semua
proses tersebut.
Lalu guru seperti apa yang dapat menjadi tonggak
akselerasi pengembangan kualitas pendidikan di zaman maju ini? Tidak perlu ragu
atau menutupi diri dengan memilih jawaban ambigu; jawab saja dengan kalimat:
guru yang memiliki keterampilanlah yang dipastikan mampu mengambil peran dalam
pembelajaran Kurikulum Merdeka.
Menjadi guru pada Implementasi Kurikulum Merdeka tidaklah
berat, namun bukan pula ringan. Berat tidak untuk ditinggalkan, tetapi ringan
jangan sekali-kali dianggap remeh. Bagaimana mungkin seorang guru yang masih terlalu
‘sederhana’ pemikirannya diminta mengampu pembelajaran yang sarat keterampilan
ini? Hanya mereka yang mau menempa diri agar lebih ‘berisi’ ilmu pengetahuan
dan keterampilanlah yang diharapkan muncul sebagai pahlawan pembentukan
generasi terbaik Indonesia, menuju bonus demografi yang sedang digadang-gadang
akan membawa negeri ini menjadi negara besar dan kuat.
Karena itu, mari perkaya diri dengan keterampilan yang
pada gilirannya ditransformasikan kepada peserta didik, sebagai bekal mereka
kelak di masa yang lebih rumit dibanding sekarang. Jangan berhenti hanya di
titik yang sama, cambuklah diri agar terus berkembang. (*)
Penulis: Nova Indra
(Pemerhati Pendidikan & Budaya, Penulis, CEO P3SDM Melati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.