Jakarta, Anetry.Net – Angka kematian ibu dan bayi yang tinggi masih menjadi ancaman bagi pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Kepala BKKBN
Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo So.OG (K) dalam webinar bertajuk Remaja Peduli
Kesehatan Reproduksi, Stunting, dan Penurunan Angka Kematian Ibu, Senin (15/8) kemarin.
“Kita semua harus merasa prihatin, angka
kematian ibu dan bayi masih tinggi. Kita bayangkan sejenak bahwa angka kematian
bayi kita masih 24 per 1.000. Artinya setiap 1.000 kelahiran yang mati 24.
Kalau ada 100 orang melahirkan yang mati antara 2 dan 3,” kata Hasto.
Ia menjelaskan, tingkat kematian pada
bayi yang tinggi berbanding terbalik dengan jumlah penurunannya. Hasto merinci
angka kematian ibu yang masih cukup besar jumlah, yakni 230 per 100 ribu
kelahiran hidup. Sementara, BKKBN menargetkan angka kelahiran hidup di tahun
2030 mencapi 70 per 100 ribu.
Berdasarkan data Sampling Registration
System (SRS) tahun 2018, sekitar 76 persen kematian ibu terjadi di fase
persalinan dan pasca persalinan dengan proporsi 24 persen terjadi saat hamil,
36 persen saat persalinan dan 40 persen pasca persalinan. Di mana lebih dari 62
persen Kematian Ibu dan Bayi terjadi di rumah sakit. Artinya akses masyarakat
mencapai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan sudah cukup baik.
Tingginya angka kematian ibu dan bayi
disebabkan oleh berbagai faktor risiko yang terjadi, mulai dari fase sebelum
hamil yaitu kondisi wanita usia subur yang anemia, kurang energi kalori,
obesitas, mempunyai penyakit penyerta seperti tuberculosis dan lain-lain.
Pada saat hamil, ibu juga mengalami
berbagai penyulit seperti hipertensi, perdarahan, anemia, diabetes, infeksi,
penyakit jantung dan lain-lain.
“Tapi kita harus tertantang juga, karena
negara tetangga kita Singapura itu sudah 7 per 100 ribu jiwa. Kita juga harus
betul-betul punya rasa keprihatinan. Bisa dibayangkan ribuan, bisa 2.000-3.000
ibu melahirkan mati setiap tahunnya di Indonesia. Kematian ibu dan bayi sebagian
besar adalah preventable atau kematian-kematian yang bisa dicegah,” jelasnya.
Tidak hanya pada kematian ibu dan bayi,
Hasto mengingatkan terkait masalah stunting yang juga berpengaruh terhadap
pembangunan SDM Indonesia yang unggul. Ia menegaskan, kualitas generasi
stunting tidak akan bisa bersaing dalam hal apapun karena memiliki banyak
keterbatasan yakni tidak cerdas, tidak tinggi, dan tidak sehat.
Oleh karena itu BKKBN dengan era baru,
cara baru, dan generasi baru, kata dia, terus melakukan sosialisasi demi
menciptakan generasi emas bersama para remaja yang saat ini jumlahnya menjadi
64 juta jiwa.
Dengan begitu, para remaja yang nantinya
akan memasuki fase hamil dan melahirkan untuk mengetahui sejak dini, bagaimana
pencegahan kematian pada bayi yang dikandungnya. (sumber: kompascom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.