Purwokerto, Anetry.Net – Kemdikbudristek melalui Badan Bahasa menggelar kegiatan Temu Sastra Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera).
Iven tersebut bekerja sama dengan Lembaga Kajian Nusantara Raya (LK Nura),
Universitas Islam Negeri K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) dengan tema “Roh
Kedaerahan dalam Pertumbuhan Sastra Indonesia”.
Saat menyampaikan sambutannya, Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Muhammad Abdul
Khak mengatakan, perkembangan Mastera murni terkait urusan kreatif dunia kesastraan.
Menurutnya, ke depan Indonesia akan
menginternasionalkan bahasa Indonesia. Hingga kini sebanyak 50 negara telah
membuka jurusan atau program studi (prodi) Bahasa Indonesia selain
lembaga-lembaga kursus, serta lebih dari 150 lembaga juga sudah mengajarkan
bahasa Indonesia.
"Saya kira ini harus kita dukung
sebagai upaya pemerintah juga beberapa lembaga swasta yang mengajarkan bahasa
Indonesia sehingga Mastera ini mulus berjalan tanpa hambatan,"ujar Abdul
Khak dalam acara yang digelar secara hibrida di Purwekorto, Kamis lalu.
Disampaikan Abdul Khak bahwa unsur kedaerahan sangat mewarnai
pertumbuhan sastra Indonesia sehingga mesti terus dijaga.
“Melalui Temu Sastra ini, semangat
kedaerahan dalam keindonesiaan dapat menjadi pendorong para sastrawan muda
untuk kembali menggali akar tradisi sebagai latar proses kreatif dan penciptaan
karyanya,” imbuhnya.
Pada kesempatan itu Abdul Khak juga mengajak para peserta yang hadir agar turut
menyumbangkan kosakata daerahnya masing-masing untuk diajukan sebagai bahasa
Indonesia.
"Silakan bapak, ibu, siapapun dari
masing-masing daerah berkesempatan menyumbangkan kosakata daerahnya untuk
menjadi pengaya kosakata bahasa Indonesia. Ke depan tentu bahasa Indonesia akan
menjadi bahasa yang berbeda sekali dengan bahasa Melayu," ajak Abdul Khak.
Pada kesempatan yang sama, Rektor UIN
Saizu, Muhammad Roqib menjelaskan bahwa dalam upaya mengembangkan program
sastra, UIN Saizu akan membuka prodi baru di bidang bahasa yaitu prodi pendidikan
bahasa Indonesia yang nantinya akan berkembang menjadi prodi bahasa dan sastra.
Lebih dari itu, sebagai upaya
pengembangan sastra dalam konteks lokalitas di daerah, ada perkumpulan rutin
sastrawan lokal dari wilayah Banyumas raya.
“Untuk menginternasionalisasi bahasa
Indonesia di tingkat yang lebih luas maka kita menggunakan Lembaga Kajian
Nusantara Raya (LK Nura). Selain itu, kami juga melakukan pengembangan
lokalitas seperti istilah penginyongan,” tutur Roqib.
Menyambut baik kegiatan perdana yang
dilaksanakan oleh LK Nura sebagai salah satu lembaga baru di lingkungan UIN
Saizu, Roqib mengungkapkan terima kasih kepada Badan Bahasa.
"UIN Saizu berterima kasih kepada
Badan Bahasa karena telah memberikan kesempatan kepada kami untuk berbuat lebih
banyak dalam mengekspresikan apa yang kita miliki. Harapannya sesuai yang sudah
disepakati yaitu untuk maju dalam rangka membawa sisi budaya lokal penginyongan
Jawa Tengah bagian barat," terang Roqib.
Diungkapkan Roqib, kegiatan ini menjadi realisasi dari Perjanjian
Kerja Sama yang telah ditandatangani awal tahun 2022 dengan Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek ,serta Balai Bahasa Provinsi Jawa
Tengah.
“Kami berharap UIN Saizu dapat menjadi
kampus yang mewadahi serta mengembangkan warna lokalitas, khususnya
penginyongan, dalam khazanah sastra di Indonesia,” tutur Roqib.
Sementara itu, Ahmad Tohari, budayawan
dan penulis sastra asal Banyumas, menyampaikan gagasannya seputar lokalitas dan
perannya dalam karya sastra. Menurutnya, sejak dulu hingga kelak di masa yang
akan datang, warna lokalitas kedaerahan merupakan hal yang akan selalu tumbuh
dalam dunia sastra Indonesia.
“Karyanya yang melegenda misalnya, Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk adalah
contoh nyata. Selain itu, ada sederet nama penulis senior hingga penulis muda
di zaman kiwari yang masih setia mengangkat tema-tema kedaerahan,” jelas Tohari.
Heru Kurniawan, dosen UIN Saizu
sekaligus penulis, juga membahas sastra anak dan tema lokalitas yang berjarak.
Dari sudut pandangnya, salah satu persoalan yang muncul di dunia sastra anak di
Indonesia adalah tidak berbasis pada estetika lokalitas tetapi berorientasi
pada pragmatisme edukatif.
Dalam acara turut hadir Dimas Indiana
Senja, alumni Program Penulisan Mastera, yang membahas persoalan kedaerahan
dalam dunia para penulis muda. "Kaum muda punya sisi yang amat
kontradiktif, antara lagu-lagu dengan bahasa daerah yang mereka simak dan
pilihan tema yang mereka pilih jauh dari tema lokalitas," ungkapnya.
Kegiatan ini dilakukan secara hibrida di
auditorium perpustakaan UIN Saizu dan diikuti oleh 300 orang peserta yang
terdiri atas sastrawan, dosen, serta mahasiswa dari beberapa universitas di
Purwokerto, Jawa Tengah. Selain itu, kegiatan ini juga disiarkan langsung
melalui Zoom Meeting dan
kanal YouTube uinsaizu_official. (sumber: laman kemdikbud)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.