Siswa Lakukan Perundungan pada Guru? Cerminan Didikan Rumahan yang Amburadul - Salingka Nagari

Info Terkini

Post Top Ad


Selasa, 29 Maret 2022

Siswa Lakukan Perundungan pada Guru? Cerminan Didikan Rumahan yang Amburadul


Anetry.Net
Guru jadi korban perundungan siswa? Kejadian ini cukup sering didengar. Kerap terjadi di jenjang sekolah yang lebih tinggi, tapi juga ditemukan di sekolah dasar.

                                

Bentuk perundungan yang dialamatkan pada guru oleh siswa terjadi dalam ragam yang berbeda-beda. Ada yang melisankan kata-kata kotor, ada pula yang menuliskannya di kertas atau di buku. Semua itu tentu menjadi masalah di tengah penguatan pendidikan karakter (PPK).

 

Seorang guru sekolah dasar (SD) di sebuah daerah menceritakan pengalamannya. Sebagai guru kelas tinggi, di tengah persiapan penuju Penilaian Akhir Tahun (PAT) dan Ujian Sekolah (US) yang akan berlangsung di awal hingga pekan ketiga April mendatang, semangatnya untuk menyelesaikan materi pembelajaran begitu tinggi. Tugas-tugas memahami materi ajar, memberikan penugasan dan lainnya, dilakukan secara baik sesuai standar yang ada. Siswa yang diampunya dalam rombongan belajar itu pun dapat menyelesaikan dengan baik.

 

“Tapi hari ini ada masalah di kelas. Tugas rumah (PR) yang diberikan sebelumnya tidak dikerjakan oleh siswa, hanya ada beberapa siswa saja yang menyelesaikan dan menyerahkannya pada saya sebagai guru mereka. Dan ketika ditanyakan apa masalahnya, di saat itulah ada tulisan-tulisan di buku siswa mengunakan kata-kata kotor,” demikian ungkap guru tersebut kepada penulis.

 

Menurutnya, sebagai guru yang sudah berupaya memberikan pendidikan dan pengajaran yang baik, mendapati hal demikian tentu saja membuat hati miris, sedih, sekaligus kecewa. Dan itu jelas saja sangat manusiawi. Telah mengajar dengan baik, namun umpan-baliknya malah membuat emosional diacak-acak.

 

Pendidikan karakter, bahkan dengan program PPK dari pemerintah sebenarnya bukanlah hal yang dapat dilakukan seperti membalik telapak tangan. Bukan pula seperi menyuap hidangan yang ada di piring. Pendidikan karakter adalah sebuah kompleksitas dari dunia pendidikan formal, nonformal dan informal.

 

Bila di sekolah ada pendidikan karakter yang dimasukkan ke dalam materi ajar secara tematik maupun tidak, merupakan bagian dari program saja. Urusan siswa menjadi manusia berkarakter baik, bukanlah bagian dari tangungjawab guru. Guru hanya menjadi penyampai saja dari seluruh materi baik secara akademis maupun nonakademis. Selebihnya adalah beban dan tanggungjawab orangtua siswa di rumah.

 

Kalau saja dihitung, jam yang digunakan guru untuk mengawasi dan mendidik di sekolah hanya berkisar antara 4-6 jam saja. Sementara selebihnya adalah waktu si siswa berada di rumah yang tentu saja bukan lagi dalam pengawasan guru, tetapi pengawan penuh dari orangtua.

 

Ilustrasi: Salah satu upaya guru melakukan pendekatan kepada orangtua siswa yang mangkir dari pembelajaran. (Foto: N)

Bila karakter si anak baik, didikan rumahannya telah sempurna dari orangtua, tentu di sekolah akan muncul siswa yang dengan mudah diberikan asupan didikan karakter. Namun apabila didikan di rumah dari orangtua atau siapapun yang memberikan teladan pada mereka tidak benar, maka muncullah siswa yang sulit diberikan pemahaman tentang perilaku positif.

 

Jadi di sini, persoalan pendidikan karakter siswa tidak semata-mata menjadi tugas guru. Orangtualah yang memiliki tanggungjawab penuh untuk membangun karakter baik dalam diri anaknya. Didikan baik akan melahirkan anak yang baik, dan sebaliknya didikan yang tidak tepat akan melahirkan anak dengan tumbuhkembang ‘kurang ajar.’

 

Lalu harusnya bagaimana bila terjadi perundungan terhadap guru oleh siswa? Apakah guru dengan legowo serta-merta memaafkannya? Bila itu yang dilakukan, maka sama saja dengan permisif terhadap perilaku negatif. Jadi seperti apa harusnya? Apakah harus marah besar atau memberikan ganjaran agar kejadian serupa tidak terulang dan tidak menjadi kebiasaan menular?

 

Di sinilah kebijaksanaan seorang guru harus terbentuk sempurna. Guru adalah sosok yang dikenal bijaksana, tahu segalanya, dan mampu menemukan pemecahan masalah dengan cara-cara yang terukur dan mengena.

 

Seorang siswa yang berpeilaku buruk seperti melakukan perundungan pada guru, adalah bukti dari didikan yang tidak selaras antara sekolah dan rumah. Bisa dikatakan bahwa siswa dengan perilaku negatif itu adalah cerminan bagaimana kondisi dan keadaan komunikasi antara anak dan orangtuanya.

 

Sebagai seorang guru, harus bisa membedakan di mana sisi yang harus dijadikan pijakan. Memberikan ganjaran yang terukur adalah salah satu cara agar perilaku serupa tidak terulang. Namun bukan itu saja, melakukan diskusi dengan orangtua siswa juga dapat dijadikan salah satu jalan keluar sementara. Orangtuanya dipanggil ke sekolah, paparkan keadaan dan kejadian yang sebenarnya, lalu minta apa yang harus dilakukan oleh guru untuk penyelesaiannya.

 

Biarkan orangtua siswa berpikir untuk memberikan masukan ganjaran yang sesuai. Karena dengan begitu, orangtua siswa akan menjadi lebih paham bahwa anaknya bukan tanggungjawab penuh guru. Si anak adalah gambaran dirinya sendiri, bukan cerminan guru.

 

Bila hal itu dilakukan, maka dipastikan terjalin kerjasama yang baik antara guru dan orangtua siswa dalam menjembatani pendidikan karakter di sekolah dan pembentukan karakter di rumah. Karena dalam pemahaman yang lebih luas dinyatakan, memanusiakan manusia bukanlah tugas guru, guru hanyalah mengisi pengetahuan dalam diri siswa selaku manusia saja. Proses memanusiakannya adalah kewajiban tak terpisah dari orangtua anak.

 

Penulis: Nova Indra – CEO Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (P3SDM) Melati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Post Top Ad