Lebak, Anetry.Net – Anggota Komisi X DPR RI Rano Karno menyoroti permasalahan minimnya jumlah tenaga pustakawan secara nasional.
Anggota Komisi X DPR RI Rano Karno saat mengikuti pertemuan
Kunjungan Kerja Panja Peningkatan Literasi dan Tenaga Perpustakaan (PLTP)
Komisi X DPR RI ke Gedung Perpustakaan Umum Saija Adinda. Foto: Anne/nr
Ia mengatakan, masalah kurangnya tenaga
perpustakaan menjadi krusial di tengah keprihatinan literasi masyarakat
Indonesia yang masih rendah. Dia menyebutkan, skor kemampuan membaca anak
Indonesia berada pada dalam urutan 6 (enam) terbawah dari 80 negara berdasarkan
survei yang diadakan oleh Programme for
International Student Assessment (PISA) tahun 2018. Kemampuan membaca siswa
Indonesia berada pada skor 371, sementara rata-rata skor negara OECD adalah
487.
"Perpustakaan tidak mungkin
berjalan tanpa disiplin ilmu Perpustakaan. Karena itu, rekrutmen Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja ini juga harus membuat formasi untuk tenaga
pustakawan," ujar Rano Karno usai Kunjungan Kerja Panja Peningkatan
Literasi dan Tenaga Perpustakaan (PLTP) Komisi X DPR RI ke Gedung Perpustakaan
Umum Saija Adinda, di Jl. Rt Hardiwinangun, Rangkasbitung, Kabupaten Lebak,
Kamis (6/4) lalu.
Rano menyampaikan, ada tiga komponen
yang diperlukan untuk meningkatkan literasi yaitu aktor, kultur dan
infrastruktur. Dalam hal ini, aktor adalah pustakawan yang memiliki kompetensi
dalam mengelola perpustakaan. "Jadi bagaimana bisa meningkatkan literasi,
jika perpustakaan tidak dikelola oleh pustakawan," beber Rano.
Rano mengungkapkan, dalam Rapat Dengar
Pendapat Komisi X bersama Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando sebelumnya,
dikemukakan Indonesia masih kekurangan jumlah pustakawan sebanyak 439.680
orang. Jumlah tersebut meliputi semua jenis perpustakaan di Indonesia, baik
perpustakaan umum, khusus, sekolah negeri, swasta, maupun perguruan tinggi.
Menurutnya, kondisi ini tidak boleh
terus berlangsung, karenanya pemerintah harus segera mengambil langkah
strategis melalui kebijakan rekrutasi dan sistem pembinaan pustakawan yang
terstruktur. Hal ini agar keberadaan perpustakaan sebagai jantung pendidikan
masyarakat dapat sinergis dengan tantangan dan perkembangan tuntutan di era
global.
Sisi lain, lanjut dia, sumber daya
pustakawan saat ini rata-rata berada di atas usia 50 tahun dan banyak yang akan
memasuki masa pensiun sehingga perlu regenerasi. Dirinya juga menyarankan,
kelembagaan perpustakaan sebaiknya jangan digabung dengan arsip. Karena hal itu
berasal dari dua disiplin ilmu yang berbeda.
Selanjutnya, Rano Karno mengemukakan
harapan tersedianya akses internet untuk publik, bantuan untuk pengembangan
literasi digital, pengembangan serta pelatihan bagi tenaga perpustakaan, hingga
pentingnya kolaborasi antara perpustakaan, lembaga pendidikan dan perusahaan. (parlementaria)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.